Gadis itu kucumbu di kebun mangga.
Hatinya liar dan berahi
lapar dahaga ia injak dengan kakinya.
Di dalam kemelaratan kami berjamahan.
Di dalam remang-remang dan bayang-bayang
menderu ghairah pemberontakan kami.
Dan gelaknya yang angkuh
membuat hatiku gembira.
Di dalam bayangan pohon-pohon
tubuhnya bercahaya
bagaikan kijang kencana
Susunya mungkin belum selesai tumbuh
bagai buah setengah matang.
Bau tubuhnya murni
bagaikan bau rumputan.
Kudekap ia
bagaikan kudekap hidup dan matiku.
Dan nafasnya yang cepat
ia bisikkan ketelingaku.
Betapa ia kagum
pada bianglala
yang muncul pada mata terpejam.
Maka para leluhur yang purba
muncul dari pusat kegelapan
datang mendekat
dengan pakaian compang camping
dan mereka berjongkok
menonton kami.
Rendra, 1971